Indahnya Berbuat Baik
Kisah ini diceritakan oleh Al-Habib Zein bin Smith (salah satu ulama besar kota Madinah). Pada zaman dahulu, ada seorang santri yang menuntut ilmu di kota suci Makkah. Ia berjulukan Muhammad Bazaz dan berasal dari Baghdad, Irak. Ia menuntut ilmu dengan keadaan yang apa adanya. Suatu hari, ketika ia sedang shalat di Masjidil Haram, perutnya mencicipi lapar berat sehingga shalatnya sedikit terganggu. Ia berfikir, tidak biasanya ia mencicipi lapar yang begitu menyiksa perutnya menyerupai ini. Akhirnya, sehabis shalat ia keluar dari masjid untuk mencari masakan yang sanggup ia temukan di pondok maupun di pinggir jalan. Tak disangka, ketika ia mencari-cari masakan di pinggir jalan ia melihat sebuah kantong di samping daerah sampah. Agak usang ia memandangi kantong tersebut, kemudian dengan pelan ia mengambil kantong tersebut. Setelah diambil ia kemudian membuka kantongnya, dengan kagetnya ia bergumam “Masya Allah”, ternyata isinya ialah tas yang ikatnya dari sutera dan isi tasnya berupa pemanis emas dan mutiara.
Setelah menemukan kantong itu, antara hati dan pikirannya pun berkecamuk. Pikirannya berkata, “Ambillah sedikit untuk menghilangkan rasa laparmu”. Namun, hatinya tegas menolak, “Jangan kau miliki kantong itu alasannya ialah bukan milikmu”. Akhirnya, ia pun mengurungkan niatnya untuk mempunyai isi kantong itu. Kemudian, kantong itu ia bawa ke dalam kamarnya sambil berpikir siapa pemilik kantong ini. Saat ia sedang berfikir-fikir, tiba-tiba dari luar pondok terdengar pengumuman yang berbunyi “Barangsiapa yang menemukan sebuah kantong yang ciri-cirinya ini, itu. Ia akan menerima imbalan yang banyak”.
Dengan bergegas ia pun menghampiri arah pengumuman itu dan bertanya “Siapa yang kehilangan sebuah kantong?”. “Saya, wahai santri” jawab salah seorang di antara kerumunan. Kemudian, ia pun mengajak orang tersebut ke dalam kamarnya sehabis ditanyakan ciri-ciri kantong tersebut. Betapa bahagianya orang itu ketika melihat kantongnya masih utuh dan isi tasnya pun tidak ada yang kurang sama sekali. Orang itu kemudian memperlihatkan imbalan yang banyak alasannya ialah memang pemanis dan mutiara yang ada di dalam tas itu sangat mahal dan berharga, jadi sangatlah masuk akal jika orang itu memberi imbalan yang setimpal. Namun, tanpa diduga, si santri menolak dengan halus imbalan itu alasannya ialah ia sudah merasa senang dan damai kantong tersebut sudah kembali kepada pemiliknya dan ia lapang dada dengan apa yang ia lakukan. Walaupun orang itu agak memaksa, si santri tetap menolak dengan halus imbalan itu.
Setelah bertahun-tahun menuntut ilmu di kota suci Mekkah, tibalah si santri berencana pulang ke kampung halamannya untuk mengajarkan ilmu yang ia peroleh dari guru-gurunya di kota suci Makkah. Ia kemudian pulang ke rumahnya dengan menaiki kapal maritim dari Mekkah menuju Baghdad, ketika dalam perjalanan tiba-tiba kapal terhempas oleh gelombang hebat sehingga kapal pun karam dan seluruh penumpang kapal meninggal dunia kecuali si santri. Allah swt. menyelamatkan nyawa si santri dengan mengirimkan sebuah kayu yang tidak lain ialah potongan dari kapal maritim itu. Setelah berhari-hari di tengah maritim dengan mengandalkan sebongkah kayu, risikonya si santri terdampar di pantai sebuah pulau. Saat tersadar, ia kemudian sujud syukur alasannya ialah karena pemberian Allah-lah ia sanggup selamat dari sebuah peristiwa hebat. Tidak beberapa lama, ia kemudian berkeliling mencari masjid untuk melakukan ibadah.
Setelah menemukan masjid, ia kemudian melakukan shalat, berdzikir dan membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Tak disangka, ada beberapa warga kampung yang mendengar lantunan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacanya. Warga kampung keheranan alasannya ialah gres kini mereka mendengar bacaan Al-Qur’an yang baik dan fasih. Setelah beberapa hari mukim di masjid itu, atas izin dari warga kampung, risikonya ia dijadikan muadzin dan imam di masjid itu alasannya ialah kefasihan dan penguasaan ilmu agamanya yang baik.
Bertahun-tahun ia menetap di pulau itu, tibalah saatnya ia minta izin kepada warga kampung untuk melanjutkan perjalanannya pulang ke kampung halaman. Namun, ketika ia ditanya dimana kampung halamannya, ia menjawab Baghdad, Irak. Warga kampung pun kaget bukan kepalang, warga kampung menjelaskan bahwa jarak pulau ini dengan Baghdad sangat jauh sekali. Maka, warga kampung pun menyarankan supaya ia tetap tinggal di pulau ini dan menikahi seorang gadis yatim. Sebenarnya, ia berusaha menolak halus usul warga kampung itu, akan tetapi warga kampung tetap mendesak untuk menyetujui usulannya itu.
Setelah dipikir matang-matang, ia pun menyanggupi tawaran sesepuh kampung untuk menikahi gadis yatim yang menjadi kembang desa di pulau itu. Akad pun dilakukan di masjid daerah ia tinggal beberapa tahun di pulau itu. Sehabis akad, ia diarak warga menuju rumah gadis yatim yang gres dinikahinya itu. Saat ia melihat istrinya dengan balutan baju pengantin dan pernak-perniknya, ia pun kaget bukan kepalang, alasannya ialah gadis yatim yang gres dinikahinya itu ternyata menggunakan kalung mutiara yang pernah ia temukan ketika ia menuntut ilmu di kota suci Makkah. Di ketika sedang terheran-heran, sesepuh kampung bertanya, “Mengapa engkau begitu kaget ketika melihat istrimu?”. Ia pun bercerita panjang wacana terdamparnya ia di pulau ini dan kisah kalung mutiara yang digunakan istrinya itu. Lalu sesepuh kampung membenarkan kisah kalung mutiara itu dan berkata, “Dulu, ayah istrimu itu, setiap hari menceritakan kisah kebaikan yang engkau lakukan ketika engkau menemukan kantong yang berisi pemanis dan mutiara, bahkan ayahnya berjanji akan menunaikan ibadah haji lagi supaya sanggup bertemu denganmu dan menikahkan putrinya denganmu.” Ia pun berlinang air mata sambil memuji syukur kepada-Nya, begitu indah dan rapi Allah tunjukkan jawaban orang-orang yang berbuat baik tanpa pamrih. Subhallah …
Wallahu A’lam
Oleh : Saifurroyya
Sumber : Mauidhah KH. Yahya Al-Mutamakkin (Murid Al-Habib Zein bin Smith dari Madinah Al-Munawwarah dan Pengasuh Ponpes Madinah Munawwarah Semarang)
Baca: Kisah Cinta Sayyidina Ali dan Fatimah Az-Zahra
Comments
Post a Comment